Senin, 02 Desember 2013

sejarah brunei

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Sejarah merupakan suatu hal yang amat penting dalam kehidupan manusia di dunia. Sejarah selalu menyediakan sumber rujukan terbaik demi kebaikan hidup manusia menuju masa depan. Dalam perkembangannya sejarah mampu menjadi sumber untuk mengkaji dan menganalisis perkembangan yang akan terjadi selanjutnya.
Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang terletak di Asia Tenggara. Letaknya di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Negara ini terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam melaksanakan syariat Islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan bermasyarakat. Namun sebelum berdiri kerajaan islam, Brunai Darussalam dipinpim oleh kerajaan yang dikenal dengan zaman pra kesultanan.
Sejarah Brunai Darussalam sebelum kedatangan bangsa Eropa juga tak kalah menarik untuk dikaji. Pada zaman ini Brunei merupakan sebuah kerajaan yang sangat besar. Kerajaan- kerajaan yang berdiri di kawasan Brunei Darussalam dapat dibagi menjadi dua, yakni kerajaan pra kesultanan (pra islam) dan kerajaan pada era kesultanan (era islam). Wilayahnya mencakup bagian utara Kalimantan hingga Filipina bagian selatan. Brunei tumbuh sebagai kerajaan yang sangat kuat dan mengalami kejayaan pada abad ke 14 hingga abad ke 16. Namun merupakan suatu hal yang sudah lazim terjadi dalam sejarah perkembangan sebuah kerajaan bahwa di samping mencapai kejayaan juga akan mengalami kemunduran atau bahkan kehancuran. Demikian pula dengan kerajaan- kerajaan yang terdapat di Bruaai Drussalam juga terpecah belah atau bahkan lenyap dalam percaturan sejarah. Hal ini juga disebabkan karena adanya perebutan kekuasaan dan pemberontakan.


1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana letak geografis Brunei Darussalam?
2.    Bagaimana Penyebutan Istilah Brunei Darussalam?
3.    Bagaimana Periodisasi Sejarah Brunei Darussalam sebelum kedatangan bangsa barat?
4.    Bagaimana Kondisi Sosial Masyarakat Brunei Darussalam?

1.3    Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan, antara lain :
1.    Memahami letak geografis Brunei Darussalam
2.    Memahami asal usul Penyebutan Istilah Brunei Darussalam.
3.    Memahami Periodisasi Sejarah Brunai Darussalam sebelum kedatangan bangsa barat.
4.    Memahami kondisi Sosial masyarakat Brunei Darussalam.

1.4    Manfaat
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Asia Tenggara I. Namun di samping hal tersebut, makalah ini agar dijadikan sumber ilmu pengetahuan, baik bagi penyusun ataupun pembaca pada umumnya.


BAB 2. PEMBAHASAN

2.1    Kondisi Geografis Brunei Darussalam
 
Negara Brunei Darussalam merupakan salah satu negara kerajaan Islam di utara Kalimantan berbatasan dengan Lautan Cina Selatan di utara, dan Serawak di barat, dan timur. Luas : 5765 km.
2.2.  Asal Usul Penyebutan Brunei Darussalam
    Asal usul dari mana nama Brunei itu wujud masih belum jelas. Ada yang menyarankan ia terbit daripada perkataan Cina “Wan-Lai”. Satu pendapat pula mengatakan perkataan Brunei terbit daripada perkataan Sanskrit 'Varunai' yang membawa maksud sesuatu yang berhubung dengan laut, yang terbit dari perkataan varunadvipa yang melambangkan kawasan Pulau Kalimantan.
Catatan tradisi lisan yang diperolehi dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataan baru nah setelah rombongan yang dipimpin oleh Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategik iaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali, untuk transportasi serta kaya dengan ikan sebagai sumber makanan, maka mereka pun mengucapkan perkataan baru nah yang bererti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan.
Namun pada satu artikel yang saya dapati iaitu Assessing the epic status of the Brunei Malay Syair Awang Simawn, hasil kajian oleh Allen R Maxwell dari Universiti Alabama terhadap teks asal Syair Awang Semaun semasa berada di Brunei tiada pula catatan yang menyatakan bahawa nama Brunei itu berasal dari baru nah cuma yang di catatkan hanya Pateh Berbai yang menjumpainya saja.
Sejarah kerajaan Brunei dapat ditemukan pada  Batu Tarsilah yang menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak Betatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807).
Catatan sejarah menyebutkan bahwa sejak abad ke VI peradaban Brunei sudah diketahui. Pada masa itu daerah Brunei dikenal sebagai salah satu pelabuhan persinggahan para pelaut cina, arab dan india. Para pelaut yang didominasi oleh kaum pedagang tersebut biasanya singgah sejenak di pelabuhan Brunei  kemudian melanjutkan pelayaran ke daerah-daeran yang yang lain. Beberapa catatan sejarah menyebutkan tentang daerah yang kini dikenal sebagai Brunei ini dalam beberapa penyebutan atau yang lazim dikenal sebagai istilah. Dalam catatan sejarah Cina, Brunei dikenal dengan nama Po-li, Po-lo ataupun Pu-ni.
    Catatan sejarah Cina pada masa pemerintahan Dinasti Liang (502-566 SM) menyebutkan tentang suatu dareah bernama Po-li. Po-li disebut sebagai sebuah daerah yang berada disebelah tenggara Canton. Didalam buku Chui Tang Shu diriwayatkan bahwa sekitar tahun 630 M, Po-li telah mengirim utusan ke Cina. Nama po-li mulai tergantikan dengan penyebutan Po-lo pada pertengahan abad ke VII. Penyebutan Po-lo dimulai ketika Dinasti Tang menyebutkan bahwa jika melakukan perjalanan laut dari Chih-tu ke arah barat daya maka akan sampai disebuah daerah yang bernama Po-lo. Pada masa itu Raja po-lo bernama bernama Huan Wang telah mengirim utusan ke Cina. Memasuki abad ke X, Dinasti Sung yang berkuasa di Cina tidak lagi menggunakan nama Polo melainkan Pu-ni. Penyebutan Po-li, Po-lo, hingga Pu-ni dapat dikatakan sebagai masa kerajaan Brunei Tua.
Dalam catatan sejarah Arab, Brunei disebut dengan nama Zabaj atau Randj. Sedangkan para pelaut (pedagang) Arab menyebut “Laut Brunei” untuk perairan yang kini kita kenal dengan nama Laut Cina Selatan.
    Catatan tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataan baru nah yaitu setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun mengucapkan perkataan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan.
Sumber-sumber dari berbagai bangsa yang meriwayatkan Brunei amat beragam. Tak hanya soal nama, melainkan juga dalam hal ejaan seperti “Buruneng” dalam Negarakertagama, “Bornei”, “Borneu”, “Burney”, “Bruneo”, dan Burne”, dalam Europen Sources for the History of the Sultanate of Brunei in Sixteenth Century, serta “Bornui” menurut Sidi Ali bin Husin, dan “Burni” dalam The Philipine Island. Kemudian lama kelamaan, padafase Islam, nama-nama itu berubah menjadi Brunei.
Replika stupa yang dapat ditemukan di Pusat Sejarah Brunei menjelaskan bahwa agamaHindu-Buddha pada suatu masa dahulu pernah dianut oleh penduduk Brunei. Sebab telah menjadi kebiasaan dari para musafir agama tersebut, apabila mereka sampai di suatu tempat, mereka akan mendirikan stupa sebagai tanda serta pemberitahuan mengenai kedatangan mereka untuk mengembangkan agama tersebut di tempat itu. Replika batu nisan P'u Kung Chih Mu, batu nisan Rokayah binti Sultan Abdul Majid ibni Hasan ibni Muhammad Shah Al-Sultan, dan batu nisan Sayid Alwi Ba-Faqih (Mufaqih) pula menggambarkan mengenai kedatangan agama Islam di Brunei yang dibawa oleh musafir, pedagang dan mubaligh-mubaligh Islam, sehingga agama Islam itu berpengaruh dan mendapat tempat baik penduduk lokal maupun keluarga kerajaan Brunei.
Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan Brunei ke-3 pada tahun 1425 M. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul Bait dari keturunan / pancir dari Cucu Rasulullah Shalallahualaihi Wassallam yaitu Amirul Mukminin Hasan / Syaidina Hasan sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah / prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, Brunei. Keturunan Sultan Syarif Ali ini kemudian juga berkembang menurunkan Sultan-Sultan disekitar wilayah Kesultanan Brunei yaitu menurunkan Sultan-Sultan Sambas dan Sultan-Sultan Sulu.


2.3    Periodisasi Kerajaan di Brunei Darussalam
Kerajaan-kerajaan yang berdiri di kawasan Brunei Darussalam sebelum kedatangan bangsa barat dapat dibagi menjadi dua periode:

2.3.1 Brunei Darussalam Era Pra-Kesultanan
Sejarah Brunei sebelum era kesultanan tidak banyak diketahui. Hal initerjadi mengingat minimnya informasi dan bukti-bukti sejarah yang menceritakanterkait masalah kehidupan dan kondisi pemerintahan di Brunei saat itu. Banyak ahli sejarah yang menyakini bahwa sebelum era kesultanan yang ada saat ini,Brunei telah memiliki suatu sistem pemerintahan tersendiri.

a.     Kerajaan Vijayapura
    Keyakinan ini didasari oleh berbagai sumber dari kerajaan China dan Nusantara yang menyebutkan bahwa pada masa itu telah ada sebuah kerajaan yang mengelola kawasan Brunei darusalam. Sumber dari kerajaan Sriwijaya menyebutkan  bahwa pada abad ke 7  di bagian barat laut Kalimantan terdapat sebuah kerajaan yang bernama Vijayapura. Kerajaan Vijayapura ini berhasil ditaklukkan di bawah kekuasaan kerajaan sriwijaya yang berlokasi di pulau Sumatra. Namun bukti arkeologi menunjukkan bahwa kerajaan tersebut berada dibawah pengaruh kerajaan China, hal ini dapat dilihat dari penemuan koin logam yang terbit pada abad ketujuh disekitar Brunei.


b.    Kerajaan Po-ni
Referensi terkait dengan kehidupan kerajaan ini masih sangatterbatas sehingga tidak banyak diketahui bagaimana kinerjanya. Jika ditinjau dariaspek nama, kerajaan tersebut bercorak Hindu dan mirip dengan sebuah daerah yang ada di India. Namun seberapa kuat pengaruhnya saat itu belum diketahui.Sumber kuno lain menyebutkan bahwa pada abad ke-10, kawasan tersebutdikuasai oleh sebuah kerajaan yang bernama Po-ni. Kerajaan Po-ni ini telahmelakukan kontak dengan Dinasti Song yang ada di China dan beberapa kali melakukan hubungan dagang dengan Dinasti Song. Teks sejarah dari DinastiSong dan bukti arkeologi menunjukkan bahwa kerajaan Po-ni sangat dipengaruhioleh peradaban Hindu seperti yang ditularkan oleh kerajaan Hindu yang terletak di pulau Jawa dan Sumatera. Sistem penulisan yang digunakan menganut naskahHindu Jawa dan Sumatera, bukan Hindu India. Ini menunjukkan bahwa kerajaanPo-ni tidak memiliki hubungan yang erat dengan kerajaan India.
Selanjutnya, dalam kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 menyebutkan bahwa kerajaan tersebut takluk dibawah kerajaan Majapahit. Dalam versi Negarakertagama, kerajaan yang ditaklukkan oleh Majapahit tersebut bernama Berune. Namun diperkirakan bahwa penaklukan yangdilakukan oleh Majapahit tersebut tidak lebih dari hubungan simbolis. Disebutkan bahwa setiap tahunnya, kerajaan Berune mengirimkan minuman yang terbuat dari buah pinang sebagai upeti kepada kerajaan Majapahit. Hubungan kerajaan Po-ni dengan kawasan lain juga semakin berkembang. Pada tahun 1370-an, kerajaan ini menjalin hubungan dengan Dinasti Ming yang ada di China. Hubungan kedua kerajaan diperkirakan sangat akrab, hal ini diperlihatkan dengan adanya kunjungan penguasa Po-ni, Ma-na-jih-chia-na ke ibukota Nanjing pada tahun 1408 dan meninggal dunia disana. Sejak saat itu kehidupan kerajaan Po-ni tidak banyak diketahui karena pada tahun 1424, Kaisar Hongxi dari Dinasti Ming menghentikan program maritimnya sehingga sejak saat itu tidak ada lagi catatan terkait kerajaan Po-ni.


2.3.2    Brunei Darussalam Era-Kesultanan
Diceritakan bahwa menjelang kehancuran Dinasti Yuan, China mengalamikekacauan yang sangat parah. Kondisi ini memaksa banyak orang China melarikan diri. Orang-orang yang tinggal di sepanjang pesisir Fujian juga turutmelarikan diri dengan dipimpin oleh Ong Sum Ping. Mereka melarikan diri kearah timur Kalimantan dan masuk ke salah satu sungai disana. Saat itu sempatterjadi kecelakaan yang membuat salah seorang anggota kehilangan lengannya. Konon, orang-orang Melayu yang tinggal disekitar sungai melihatnya danakhirnya menamai sungai tersebut dengan nama Kinabatangan karena menjadi lokasi hilangnya lengan salah seorang anggota tersebut.
    Ong Sum Ping dan para pelarian lainnya mulai mendirikan pemukimandan membangun di sekitar sungai Kinabatangan. Ternyata pembangunan yangdilakukan oleh Ong Sum Ping memiliki dampak yang sangat besar bagi kehidupan disana. Kawasan tersebut mengalami peningkatan kemakmuran dankesejahteraan. Kondisi ini membuat Ong Sum Ping diangkat sebagai pemimpin di kawasan tersebut. Orang Melayu memberinya gelar sebagai Raja sedangkan orang China memberinya gelar “Chung Ping” yang berarti Jenderal.

a.    Sultan Muhammad Shah
Kawasan tersebut awalnya dikuasai oleh Kesultanan Brunei, namunkarena adanya invasi dari Kesultanan Sulu, kawasan tersebut menjadi tidak terurus. Kekuasaan Kesultanan Brunei pun hanya terbatas pada bagian utara Kinabatangan, sementara kawasan lainnya tidak dapat dikontrol karena adanya perebutan kekuasaan diantara sesama penduduk melayu lokal. Keberhasilan Ong Sum Ping tersebut membuat Sultan Brunei, Muhammad Shah yang saat itu baru naik tahta menjadi tertarik untuk menyatukan kekuasaan dengan Ong Ping.
    Penyatuan kekuasaan tersebut ditandai dengan pernikahan antara Putri Sultan dengan Ong Sum Ping. Pernikahan tersebut membuat Ong Sum Ping mendapat gelar Maharaja Lela. Selain itu, Muhammad Shah juga menikahkan saudaranya, Sultan Ahmad dengan adik perempuan Ong Sum Ping yang kemudian mendapat gelar Putri Kinabatangan. Kedua pernikahan ini memberikandampak yang luar biasa bagi perkembangan Kesultanan Brunei.Dengan bantuan Ong Sum Ping dan militer China, Kesultanan Brunei berhasil mengusir invasi dari Kesultanan Sulu dan terhindar dari kehancuran total.

b.    Sultan Abdul Majid Hassan dan Sultan Ahmad
Pada tahun 1402, Sultan Muhammad Shah meninggal dunia dandigantikan oleh anaknya, Sultan Abdul Majid Hassan. Adapun Ong Sum Pingdiangkat sebagai Bupati. Namun pemerintahan Abdul Majid Hassan ternyata tidak  berlangsung lama. Pada tahun 1406, Sultan Abdul Majid Hassan meninggal dunia.Pasca kepergiannnya, Brunei mengalami kebuntuan politik dan vacum of power  selama dua tahun. Pada masa ini terjadi perebutan kekuasaan diantara para bangsawan dan dimenangi oleh Sultan Ahmad, saudara Sultan Muhammad Shah yang juga adik ipar Ong Sum Ping.Pada masa ini, Ong Sum Ping telah memasuki usia lanjut. Dia mengirimkan seorang diplomat dan dikawal oleh pasukan menuju ke China untuk memberitahu kepada Kaisar Yong Le dari Dinasti Ming tentang kondisi Brunei dan rencana kepulangan Ong Sum Ping ke China. Kaisar Yong Le senang dan melakukan penyambutan besar atas kedatangannya. Ong Sum Ping akhirnyameninggal dunia dan dimakamkan di China. Kekuasaan Ong Sum Ping di Brunei dilanjutkan oleh anaknya, Awang. Dia berhasil menjalankan kekuasaan politik dengan baik dan memiliki legitimasi yang kuat karena membawa nama besar ayahnya. Cerita tentang Awang selanjutnya tidak banyak diketahui.
    Begitu besarnya peran Ong Sum Ping terhadap Brunei membuat banyak masyarakat Brunei yang mempercayai bahwa Ong Sum Ping merupakan salah satu pendiri Kesultanan Brunei. Namun pandangan tersebut tidak disepakati oleh kalangan Kesultanan karena Sultan menganut asas Melayu, Islam dan Beraja.Meskipun demikian, Kesultanan masih sangat menghormati Ong Sum Ping. Halini ditunjukkan dengan pemberian nama jalan Ong Sum Ping di Ibukota Bandar Seri Begawan dan pembuatan museum yang berisi artefak Ong Sum Ping.
c.    Sultan Syarif Ali
Kembali ke masalah Kesultanan. Sementara itu, Sultan Ahmad menikahkan putrinya dengan Sultan Syarif Ali, seorang pria yang berasal dariSemenanjung Arab dan masih termasuk kerabat Nabi Muhammad. Sultan Syarif Ali inilah yang akhirnya menjadi Sultan setelah Sultan Ahmad. Dibawah kepemimpinan Sultan Syarif Ali, Brunei mengalami kemajuanyang sangat baik. Kesultanan Brunei mulai melakukan ekspansi secara bertahapdan melakukan perluasan pengaruh ke beberapa negara. Kemajuan Bruneisemakin pesat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511.
Sistem monopoli yang diterapkan oleh Portugis membuat sebagian besar  pedagang mengalihkan perdagangannya ke pelabuhan Brunei. Banyaknya P    edagang muslim yang masuk ke Brunei membuat pertumbuhan Islam di Brunei berlagsung dengan sangat cepat. Satu hal yang penting untuk dicatat adalah Kesultanan Brunei menganut sistem Thalassocracy, sebuah sistem dimana fungsi Kesultanan bukanlah untuk mengendalikan kepemilikan tanah tetapi mengendalikan perdagangan. Masyarakatmenganut sistem hierarkis dimana Sultan sebagai pucuk pemimpinnya. Kekuasaan Sultan terbatas dan diawasi oleh sebuah Dewan yang memiliki fungsimengatur dan mengadakan suksesi Sultan.

d.    Sultan Bolkiah
Kesultanan Brunei mengalami kejayaan pada masa Sultan Bolkiah. Padamasa ini kekuasaan Brunei semakin meluas dari Serawak, Sabah, Kepulauan Suluhingga ujung barat laut Kalimantan. Pengaruh Sultan juga menyebar hingga keFilipina dan memasukkan Teluk Manila kedalam koloninya. Selain itu Sultan jugamenjalin hubungan yang baik dengan Raja di Jawa dan Malaka. Kemakmuran inidinikmati oleh semua rakyat Brunei, hampir semua rakyat memiliki rumah kayuyang berdiri diatas air, sebuah simbol kehidupan megah pada masa itu.Pada tahun 1521, Antonio Pigafetta, seorang navigator dalam ekspedisiFerdinand Magellan menjadi orang Eropa pertama yang mengunjungi Brunei.Dalam perjalanannya, Pigafetta menggambarkan Brunei sebagai sebuah kota yangsangat menakjubkan. Setiap tamu besar yang akan bertemu dengan Sultan selaludiantar menggunakan Gajah dengan tempat duduk yang berlapiskan kain sutra.Penduduk istana menggunakan pakaian yang terbuat dari kain sutera bersulamemas, dihiasi dengan mutiara dan memiliki banyak cincin dari batu mulia.Para pengunjung juga disuguh makanan menggunakan piring porselen,sebuah alat makan yang begitu megah pada masa itu. Istana sultan juga dikelilingioleh tembok batu bata yang dilengkapi oleh tiang kuningan dan meriam besi.
Erakemakmuran berlangsung hingga Sultan kesembilan yakni Sultan Hassan. Setelah berakhirnya kepemimpinan Sultan Hassan, Brunei kehilangan sosok pemimpin dan mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh berbagai hal. Diantaranya adalah pengaruh kekuasaan Eropa yang begitu menonjol di daerah, banyaknya terjadi perebutan kekuasaan di antara kaum bangsawan, kemunduran sistem perdagangan tradisional, serta perpecahan di antara Kesultanan di Asia Tenggara.

2.4 Kondisi Sosial Masyarakat Brunei Darussalam
Sejauh ini gambaran sejarah yang ditemukan baru mengungkapkan adat kebiasaan orang Pu-ni (Brunei di masa dinasti ming, tahun 1368-1643 M ). Orang Pu-ni pada masa itu sering melakukan hubungan perniagaan ( pertukaran barang)  dengan negeri china. Disebutkan bahwa berlangsungnya perniagaan akan di mulai setelah kapal China berlabuh selama 3 hari,baru kemudian raja Pu-ni memulai menaksir harga tiap-tiap barang. Selama berunding masalah harga, raja Pu-ni akan menjamu para tamunya dengan beragam masakan. Setelah harga di tetapkan, maka dipukulah gong sebagai pertanda perdagangan di belum di mulai. Konon, jika harga barang belum di tetapkan, maka siapapun tidak di perbolehkan untuk memulai membeli. Barang siapa yang melanggar ketetapan tersebut maka akan di hukum mati , kecuali saudagar, hukumannya akan di ringankan.
    Ketika dinasti Ming berkuasa, beberapa barang perniagaan yang ditukarkan pada masa itu berupa tikar emas, tembikar, porselen, plumbun ( lead), barang perak, emas, kain sutera, kain kassa, dan kiap. Adapun barang-barang yang diperoleh dari Cina diantaranya berupa kapur barus, tanduk rusa, timah, gelang dari gading gajah, kulit kura-kura, sarang burung, wangi-wangian, kayu cendana, lilin lebah, dan rempah-rempah.
    Selain dengan Cina, kerajaan Pu-ni memiliki hubungan perdagangan dengan Kochin, Jawa, Singapura, Pahang, Terengganu, Klantan, serta negeri-negeri sekitar Siam.
    Adapun adat Kebiasaan orang Pu-ni di masa lalu juga terekam dalam jejak sejarah yang bercerita tentang kebiasaan orang Pu-ni dalam melangsungkan pemakaman. Pada masa itu, jika ada orang yang mati, maka mayatnya akan dimasukkan keranda yang dibuat dari buluh, kemudian dibawa ke hutan dan ditinggalkan begitu saja. Dua bulan kemudian, barulah pihak keluarga mulai bercocok tanam. Selain itu, orang-orang Pu-ni juga biasa mengadakan kenduri setiap tahun hingga tujuh tahun. Selama itu, mereka mengadakan jamuan, bersuka ria, menari dan menyanyi dengan diiringi gendang seruling dan bunyi-bunyian seperti gong, canang, tawak-tawak, dan guling tangan. Jamuan makanan diletakkan diatas daun yang kemudian mereka buang setelah makan.
Orang-orang Pu-ni juga mempunyai tradisi yang khas terutama dalam hal meracik obat luka yang dikenaldengan nama pokok. Obat luka itu berasal dari akar. Oleh orang Pu-ni, akar itu di goreng sampai hangus lalu abunya digosokkan ke bagian yang luka. Menurut riwayatnya, meski luka itu dapat menyebabkan kematian, namun mereka yakin bahwa luka itu tetap dapat disembuhkan dengan obat tersebut.
Dalam hal agama, beberapa penduduk Pu-ni menganut agama Budha. Walaupun menganut agama Buddha, namun mereka tidak memiliki arca. Tetapi, mereka membangun rumah Budha yang bertingkat-tingkat, dengan atap yang berbentuk menara. Sementara, di bawah menara terdapat dua buah rumah kecil berisi mutiara yang dinamakan Sen Fu (Sacred Budha). Pada saat hari Budha tiba, raja Pu-ni berangkat ke upacra untuk memuja bunga dan buah yang diadakan selama tiga hari bersama penduduk negeri itu.
Meskipun banyak penduduk Pu-ni menganut agama Budha terdapat segelintir orang yang sudah menganut agama Islam. Hal ini terbukti dengan ditemukannya makam-makam Islam serta beberapa orang muslim yang menjadi utusan Raja Pu-ni dalam melakukan pertukaran niaga ke Cina. Raja-raja Pu-ni sebelum tahun 1368 M disinyalir beragama Buddha, kecuali Raja Pu-ni yang bernama Ma-ha-mo-sha yang seorang muslim. Hal ini tersirat dari perbekalan yang diberikan oleh Raja Cina kepada Raja Pu-ni Ma-ha-mo-sha, berupa daging-daging yang bukan babi. Selain itu kata “Ma” dalam istilah Cina biasanya merujuk kepada orang Islam. Ma-ha-mo-sha inilah yang menjadi Raja Pu-ni semasa pemerintahan Hung-Wu dalam dinasti Ming, yang dalam sejarah Brunei tak lain adalah Sultan Muhammad Shah atau Sultan Brunei I. Di sinilah sesungguhnya pemerintahan Islam di kerajaan Brunei di mulai.

2.5 Proses Islamisasi Brunei Darussalam
    Sebagian sejarawan berbeda pendapat tentang sejarah awal masuknyaIslam di Brunei Darussalam. Azyumardi Azra menulis bahwa sejak tahun 977 H.kerajaan Borneo (Brunei) telah rnengutus P'u Ali ke Istana China. P’u Ali yangdimaksud adalah pedagang muslim yang nama sebenarnya adalah Abu 'Ali. Padatahun yang sama, diutus lagi tiga duta ke Istana Sung, salah seorang di antaranyabernama Abu Abdullah. Versi lain mengatakan bahwa sekitar abad ke-7pedagang Arab yang sekaligus sebagai pendakwah penyebar Islam telah datang ke Brunei. Kedatangan Islam di Brunei melegitimasikan bagi rakyat Brunei untuk menikmati Islam yang tersusun dari adat. Maksudnya, adat dan atau tradisi yangtelah menjadi anutan masyarakat tetap dijalankan selama dapat memperkayakhzanah keislaman. Berbeda dengan dua versi di atas, dalam Ensiklopedi Oxforddikemukakan bahwa orang Melayu Brunei menerima Islam pada abad ke- 14atau ke-15 setelah pemimpin mereka diangkat manjadi Sultan Johor.
Dariketerangan di atas didapatkan paling tidak ada tiga versi awal mula masuknyaIslam di Brunei Darussalam yang tentunya memiliki alasan dan bukti yang kuatdalam menentukan masuknya Islam di negara tersebut. Hal ini menunjukkanbahwa bukan hanya di Indonesia didapatkan beberapa versi tentang masuknyaIslam tetapi juga Brunei. Untuksementara dapat disimpulkan bahwa kemungkinanbesar semua negara Asean dan khususnya negara serumpun Melayu terdapat versiyang berbeda tentang waktu yang pasti masuknya Islam di wilayah tersebut.
Diduga kuat pula bahwa Islam masuk ke Brunei dengan pola top down. Maksudnya penerimaan Islam dimulai dari masyarakat elit, penguasa kerajaan,kemudian disosialisasikan dan berkembang ke masyarakat bawah. Di samping teori top down, juga ada yang disebut botom up, yakni Islam diterima terlebihdahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima olehmasyarakat lapisan atas, atau elite penguasa kerajaan.
    Dengan pola top down ini, maka agama Islam dapat dengan cepatberkembang karena Islam terlebih dahulu telah dianut oleh raja. Raja bagi rakyat adalah penguasa yang harus ditaati. Dengan pola-pola itu, Islam memungkinkanlebih cepat diterima dan berkembang. Pola ini juga terjadi dalam penerimaanIslam di Nusantara sehingga Islam dengan begitu cepat diterima oleh masyarakatsaat itu.
P.O.K Aman Diraja Dato Sri Utama mengatakan bahwa Bruneimengalami proses islamisasi ketika kerajaannya telah berdiri tidak jauh berbedadengan Pattani atau Malaka. Tidak saja melihat ke pedalaman, tetapi jugaseberang lautan, dalam menjalankan peranannya sebagai“jembatan penyeberangan” Islam. Keluarga kerajaan Brunei mendirikan suatuorganisasi kekuasaan supredesa di Teluk Manila (Luzon). "Kesultanan" yang barupada tahap pertumbuhan inilah yang dihadapi oleh Spanyol ketika merekamendarat di Manila pada tahun 1570.
 Sebagai agama resmi negara, Islam mendapatkan dukungan yang sangatkuat dari penguasa dalam hal pihak kerajaan. Dominasi keluarga kerajaan dibidang pemerintahan memungkinkan pemerintah memberlakukan kebijakan dibidang agama dan umum lainnya tanpa banyak hambatan. Dan seperti dikatakansebelumnya bahwa Brunei sangat berhati-hati terhadap pengaruh dari dunia luar,dan kekuasaan penuh ada pada raja sehingga kondisi sebagai masyarakat feodaltradisional ini akan tetap bertahan.
    Meskipun sejak akhir abad akhir abad ke19 sampai abad ke-20, terlihatperkembangan kehidupan keagamaan pada masyarakat Brunei yang sangatsignifikan, baik pada tingkat kelembagaan maupun penerapan konsep-konsepreformasi. Tetapi status dan institusi-institusi Islam di Brunei tetap mencerminkantradisi yang umumnya juga menjadi tradisi kesultanan di Semenanjung Melayu.Dalam kurun abad tersebut tidak tampak adanya gerakan atau peristiwa pentingyang dapat merongrong agama. Brunei tidak tersentuh kontravesrsi keagamaanyang kadang - kadang terjadi di kawasan ini. Ketika Inggris datang pada masa itu,sebagian masyarakat Islam Brunei menghormati Inggris sebagai penyelamatnegara mereka. Di sinlah kelihatan keunikan kehidupan beragama di Brunei dan Islamberkembang tanpa hambatan yang berarti. Masyarakat sangat taat kepada Raja dan paham keagamaanpun negara yang menentukan yaitu mazhab Syafi.

BAB 3. PENUTUP

3.1    Kesimpulan
1.    Letak Geografis Negara Brunei Darussalam merupakan salah satu negara kerajaan Islam di utara Kalimantan berbatasan dengan Lautan Cina Selatan di utara, dan Serawak di barat, dan timur. Luas : 5765 km.
2.    Asal usul dari mana nama Brunei itu wujud masih belum jelas. Ada yang menyarankan ia terbit daripada perkataan Cina “Wan-Lai”. Satu pendapat pula mengatakan perkataan Brunei terbit daripada perkataan Sanskrit 'Varunai' yang membawa maksud sesuatu yang berhubung dengan laut, yang terbit dari perkataan varunadvipa yang melambangkan kawasan Pulau Kalimantan.
3.    Periodeisasi Brunei Darfussalam Sebelum Kedatangan Bangsa Barat adalah :
A.    Pra- Era Kesultanan
B.    Era Kesultanan
4.    Sejauh ini gambaran sejarah yang ditemukan baru mengungkapkan adat kebiasaan orang Pu-ni (Brunei di masa dinasti ming, tahun 1368-1643 M ). Orang Pu-ni pada masa itu sering melakukan hubungan perniagaan ( pertukaran barang)  dengan negeri china



DAFTAR PUSTAKA

1.    Atiyah, Jeremy. 2002. Rough guide to Southeast Asia. Rough Guide.
2.    Frankham, Steve. 2008. Footprint Borneo. Footprint Guides.
3.    Hussainmiya, B.A. (1995) Sultan Omar Ali Saifuddin III and Britain: The Making of Brunei Darussalam. Kuala Lumpur: Oxford University Press
4.    Hussainmiya, B.A. (2006) Brunei: Revival of 1906: A Popular History. Bandar Seri Begawan: Brunei Press Sdn. Bhd.
5.    Saunders, Graham E. 2002. A history of Brunei. Routledge.

1 komentar: